Ia Menatap Foto Lama, Lalu Matanya Crash
Aula emas itu berkilauan, memantulkan cahaya ribuan lilin yang menari-nari. Di bawahnya, barisan para pejabat istana membungkuk dalam diam, wajah mereka tanpa ekspresi, namun mata mereka mengawasi. Di balik tirai sutra yang berat, bisikan-bisikan pengkhianatan mengalir bagai sungai yang mencari celah untuk menenggelamkan. Inilah jantung kekaisaran, tempat kekuasaan merajai segalanya, bahkan cinta sekalipun.
Di antara mereka, berdiri Kaisar Li Wei. Wajahnya dingin dan keras, aura kekuasaannya begitu kuat hingga nyaris bisa disentuh. Di sampingnya, Permaisuri Mei Lan, seorang wanita dengan kecantikan yang memukau dan kecerdasan yang menandingi para penasihatnya. Mereka adalah penguasa mutlak, namun di balik fasad kemegahan itu, tersembunyi jalinan cinta dan ambisi yang rumit.
Mei Lan mencintai Li Wei, sungguh. Cintanya tulus, meskipun ia tahu bahwa di istana ini, cinta hanyalah sebuah alat. Li Wei, di sisi lain, menghargai Mei Lan. Ia mengagumi kecerdasannya, mengandalkan nalurinya, dan membutuhkan kehadirannya. Namun, cinta bukanlah fondasi takhta. Kekuasaanlah yang menjadi dasar segalanya.
Malam itu, di Paviliun Bulan yang sunyi, Mei Lan memegang sebuah foto lama. Foto itu usang, gambar seorang pemuda tampan dengan senyum yang menawan. Bukan Li Wei. Ia mengusap debu dari foto itu, dan matanya CRASH!. Bayangan masa lalu menyerbu pikirannya: janji-janji yang dilanggar, pengkhianatan yang menyakitkan, dan cinta yang dikorbankan demi kekuasaan.
Li Wei memasuki paviliun, tatapannya tajam. "Mei Lan," ucapnya, suaranya dalam dan berat. "Kau tidak seharusnya memegang masa lalu. Masa lalu adalah musuh kekuasaan."
Mei Lan menatapnya. "Benarkah, Yang Mulia? Atau jangan-jangan, masa lalu adalah saksi bisu kebenaran yang kau sembunyikan?"
Kata-katanya bagai tamparan keras. Li Wei terdiam. Ia tahu apa yang dimaksud Mei Lan. Ia tahu rahasia kelam yang mereka berdua simpan, rahasia yang bisa menghancurkan kekaisaran.
"Kau tahu terlalu banyak, Mei Lan," kata Li Wei akhirnya, tangannya mengepal.
Mei Lan tersenyum tipis. "Justru karena aku tahu terlalu banyak, Yang Mulia, aku harus melindungi diri sendiri."
Malam itu, istana menyaksikan sebuah transformasi. Permaisuri Mei Lan, yang selama ini dikenal sebagai wanita yang lembut dan setia, berubah menjadi sosok yang elegan, dingin, dan mematikan. Ia menggunakan setiap informasi yang ia miliki, setiap koneksi yang ia bangun, dan setiap kepercayaan yang ia tanam, untuk menjatuhkan Li Wei dari takhtanya.
Balas dendamnya bukan ledakan amarah yang membabi buta, melainkan orkestra yang sempurna, setiap not dimainkan dengan presisi yang mematikan. Ia membiarkan para pejabat saling memangsa, ia membocorkan rahasia istana ke musuh-musuh kekaisaran, dan ia menanamkan keraguan di hati rakyat.
Di saat Li Wei menyadari apa yang terjadi, semuanya sudah terlambat. Kekaisaran yang dibangunnya selama bertahun-tahun hancur berkeping-keping di hadapannya. Ia menatap Mei Lan dengan tatapan penuh amarah dan kekecewaan.
"Kau...kau telah menghancurkanku," desisnya.
Mei Lan mendekat, menatapnya dengan mata yang dingin. "Kau yang menghancurkan dirimu sendiri, Yang Mulia. Aku hanya membersihkan kekacauan yang kau buat."
Di malam yang sunyi, di tengah reruntuhan kekaisaran, Mei Lan berdiri tegak. Ia telah membalas dendam, ia telah mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya sejak lama. Namun, kemenangan ini terasa pahit. Ia telah kehilangan cinta, ia telah mengkhianati kepercayaan, dan ia telah mengotori tangannya dengan darah.
Dan kemudian, senyum tipis tersungging di bibirnya. Permainan baru saja dimulai, dan ia akan menjadi ratunya.
Kaisar baru telah naik takhta, dan tak seorang pun tahu bahwa takhta itu dibangun di atas darah dan pengkhianatan.
You Might Also Like: Drama Seru Pelukan Yang Kuingkari Demi
0 Comments: